Jumat, 28 November 2014

FERMENTASI ONGGOK MENGGUNAKAN TRAMETES SP DAN SACCHAROMYSES CEREVISEAE







FERMENTASI ONGGOK MENGGUNAKAN TRAMETES SP DAN SACCHAROMYSES CEREVISEAE



Oleh :

Silvia Wulandari
1014061082





LOG Unila.jpg
 









JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013



KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah member rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penyusunan Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan  Fermentasi onggok menggunakan Trametes Sp dan Saccharomyses Cereviseae” ini dapat terselesaikan.

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan.  Dengan adanya laporan ini kita akan mengetahui  pengaruh Trametes Sp dan Saccharomyses Cereviseae terhadap onggok.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada tim Dosen dan Asisten Matakuliah Teknologi Pengolahan Pakan yang telah memberi pengajaran dan bimbingan.  Tidak lupa juga, ucapan terimakasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam laporan ini, baik dalam teknik penulisan maupun isi.  Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.


Bandar Lampung,    November 2013
Penulis,



                                                                        (Silvia Wulandari)





HALAMAN PENGESAHAN


Judul Praktikum          : Fermentasi onggok menggunakan Trametes Sp dan
  Saccharomyses Cereviseae
Matakuliah                  : Teknologi Pengolahan Pakan
Nama                           : Silvia Wulandari
NPM                           : 1014061082  
Jurusan                        : Peternakan
Fakultas                       : Pertanian
Kelompok                   : 1 (satu)

Bandar Lampung,     November 2013
Mengetahui,
Dosen PJ



Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.
NIP. 19610307 198503 1 006







DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................      i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................     ii
DAFTAR ISI..................................................................................................    iii

I.    PENDAHULUAN...................................................................................     1
A. Latar belakang.....................................................................................     1
B. Tujuan..................................................................................................     2

II.  TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3

III.  METODE.................................................................................................... 7
A.  Waktu dan Tempat................................................................................. 7
B.  Alat dan Bahan....................................................................................... 7
C.  Cara Kerja............................................................................................... 7

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................     9
A.  Hasil...................................................................................................     9
B.  Pembahasan........................................................................................     9

V.  SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................   12
A.  Simpulan............................................................................................... 12
B.  Saran..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................   13
LAMPIRAN..................................................................................................... 14



I.  PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Onggok merupakan limbah padat agro industri pembuatan tepung tapioka yang dapat dijadikan sebagai media fermentasi dan sekaligus sebagai pakan ternak. Onggok dapat dijadikan sebagai sumber karbon dalam suatu media karena masih banyak mengandung PATI(75 %) yang tidak terekstrak, tetapi kandungan protein kasarnya rendah yaitu, 1.04 %berdasarkan bahan kering. Sehingga diperlukan tambahan bahan lain sebagai sumber nitrogen yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan pakan (Nuraini et al.2007) Media fermentasi dengan kandungan nutrient yang seimbang diperlukakan untuk menunjang kapang lebih maksimal dalam memproduksi β karoten sehingga dihasilkan suatu produk fermentasi yang kaya β karoten.
Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%).
Dengan proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya, produk fermentasi dari umbi ubikayu (Cassapro/ Cassava protein tinggi), memiliki kandungan protein 18-24%, lebih tinggi dari  bahan  asalnya  ubikayu,  yang  hanya  mencapai 3%.  Demikian  juga,  onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni 18% dan dapat digunakan sebagai bahan baku ransum.
B.  Tujuan
Tujuan dari praktikum yang telah dilakukan yaitu :
  1. Mahasiswa dapat melakukan pengolahan bahan pakan secara biologi
  2. Mahasiswa dapat melakukan fermentasi onggok menggunakan  Trametes Sp dan Saccharomyses Cereviseae


 


II. TINJAUAN PUSTAKA

Jerami padi adalah bagian tanaman padi yang sudah diambil produk utamanya, di dalamnya termasuk batang, daun, dan merang. Produksi jerami padi dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen. Jerami ternasuk pakan kasar yaitu bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian atau tanaman yang sudah dipanen (Tillman et al., 1991). Kandungan jerami padi terdiri atas protein kasar 4,5 %, serat kasar 35%, lemak kasar 1,55%, abu 16,5%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1%, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43%, energi DE (Digestible Energy) 1,9 kkal/kg, dan lignin yang  tinggi (Siregar, 1996).

Urea merupakan bahan pakan potensial yang mengandung non protein nitrogen (NPN). Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25x46%). Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna. Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya sangat murah dan sedikit keracunan yang diakibatkan-nya.  Urea berbentuk kristal padat berbentuk putih dan higroskopis. Urea me-ngandung nitrogen sebanyak 42-45% atau protein kasar antara 26,2-28,1% (Siregar, 1996). Urea merupakan bahan padat yang disintesis dengan meng-gabungkan amoniak dan CO2. Urea mengandung enzim urease yang dapat diuraikan menjadi amoniak dan CO2. Pembuatan amoniasi dengan menggunakan urea sebaiknya dicampur air agar proses pengadukan urea merata (Komar, 1984).
Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan jerami padi secara kimiawi dengan  menggunakan gas ammonia, 1 kg urea menghasilkan 0,57 kg gas ammonia (Siregar, 1996).  Manfaat dari amoniasi yaitu merubah tekstur dan warna jerami yang semula keras berubah menjadi lunak dan rapuh, warna berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua, meningkatkan kadar protein, serat kasar, energi bruto tetapi menurunkan kadar BETN dan dinding sel, meningkatkan bahan kering, bahan organik, dinding sel, nutrien tercerna total, energi tercerna, dan konsumsi bahan kering jerami padi, NH3 cairan rumen meningkat, memberikan bahan nitrogen yang positif, menghambat pertumbuhan jamur, dan memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami (Rahardi, 2009).

Tujuan amoniasi adalah untuk menguraikan ikatan serat yang sangat kuat pada dinding jerami tersebut agar sellulosa dan hemisellulosa yang mempunyai nilai energi sangat tinggi bisa di cerna dan diserap oleh pencernaan ternak ruminansia (Tonysapi, 2008). Kandungan urea pada proses amoniasi mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan amoniak (Soejono, 1986). 

Amoniasi disebut dengan perlakuan alkali karena dalam proses tersebut NH3 bersifat alkali. Keuntungan dari proses amoniasi antara lain cara pengerjaannya tidak berbahaya, murah, menghilangkan kontaminasi mikroorganisme, meningkatkan protein kasar sampai dua kali lipat, meningkatkan jumlah konsumsi pakan karena jerami amoniasi lebih palatable (Soejono, 1986).

Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi an-aerob pada proses amoniasi berlangsung (Regan, 1997). Manfaat amoniasi adalah merubah tekstur jerami yang semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang baik tidak terjadinya peng-gumpalan pada seluruh atau sebagian jerami (Rahardi, 2009).

Ciri-ciri amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas amonia, berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal, tekstur berubah menjadi lebih lunak dan kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya, tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8 (Sumarsih, 2003). Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relative mahal, selain harganya relatif mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi minimum (minimum 10 bar). Amoniasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya, lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH, cukup efektif untuk menghilangkan aflatoksin khususnya pada jerami, meningkatkan kandungan protein kasar dan tidak menimbulkan polusi dalam tanah (Siregar, 1995).
Gambar 1. Perbedaan warna jerami padi tanpa diamoniasi (kiri) dan jerami padi amoniasi (kanan)
Amoniasi jerami padi adalah proses pengolahan jerami padi menggunakan amonia (misalnya urea) sebagai sumber amonia dengan pemeraman pada kondisi anaerob.  Proses ini merubah tekstur jerami menjadi lunak dan rapuh sehingga mudah dicerna. Peningkatan kandungan protein juga terjadi pada jerami amoniasi karena peresapan nitrogen dari urea. Proses ini juga menghilangkan aflatoksin/ jamur dalam jerami.

Amonia dapat menyebabkan perubahan komposisi dan struktur dinding sel sehingga membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa sehingga bisa dicerna oleh mikrobia rumen. Amonia akan terserap dan berikatan dengan gugus asetil dari bahan pakan dan bisa dimanfaatkan oleh mikrobia rumen.

Penggunaan urea dibatasi 4-6% karena pada penggunaan <3% amonia tidak mampu memecah ikatan lignin. Pada penggunaan > 6% amonia akan terbuang karena jerami tidak sanggup menyerapnya jadi secara ekonomi tidak menguntungkan.


Proses amoniasi bisa dilakukan dengan cara basah dan cara kering. Proses dengan cara basah menggunakan larutan urea sedangkan cara kering urea langsung ditaburkan pada jerami. Dengan cara kering 3-4 kg urea digunakan untuk 100 kg jerami. Pada pembuatan skala besar, jerami dimampatkan kotak kotak cetakan . Selanjutnya jerami dimasukkan dalam wadahnya (sejenis dengan silo) sambil ditaburi urea atau larutannya.   Penggunaan urea didasari pertimbangan ekonomis dan juga lebih ramah lingkungan.  Sebenarnya sumber amonia lain seperti gas amonia bisa digunakan. Disini jerami yang telah dimasukkan ke dalam wadah tertutup disemprot dengan gas amonia.

Untuk menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam keadaan baik (tidak busuk atau rusak).

Jerami yang telah diamoniasi memiliki tekstur lunak dan rapuh, berwarna coklat tua, berbau amonia dan tidak berjamur.  Jika dilakukan analisa proksimat maka kandungan protein kasarnya lebih dari 6%.


 


III. BAHAN DAN METODE KERJA

A.  Alat dan bahan
·      Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
-          onggok
-          yeast Trametes sp
-          sacharomices cercviceae
-          air

·      Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
-            baskom
-            pipet
-            plastik
-            tali karet
-            pengaduk
-            timbangan
-            Gelas ukur

B.  Metode Kerja
1.      Fermentasi onggok menggunakan Trametes sp
·         Timbang kantong plastik dan tali rafia
·         Timbang onggok yang telah dingin hasil pengukusan 1 kg
·         Tuangkan onggok dalam baskom
·         Tambahkan inokulan murni sebanyak 50 ml
·         Masukkan substrat yang sudah di inokulusi starter (trametes sp) ke dalam plastik, tutup plastik dan ditali , kemudian timbang
·         Inkubasi di suhu ruang

2.      Fermentasi onggok menggunakan sacharomices cercviceae
·         Timbang kantong plastik dan tali rafia
·         Timbang onggok yang telah dingin hasil pengukusan 1 kg
·         Tuangkan onggok dalam baskom
·         Tambahkan inokulan murni sebanyak 50 ml
·         Masukkan substrat yang sudah di inokulusi starter (sacharomices cercviceae) ke dalam plastik, tutup plastik dan ditali , kemudian timbang
·         Inkubasi di suhu ruang





IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan
Pengamatan
FO  Trametes sp.
FO Sacharomyces cerevyceae
Basah
Kering
Basah
Kering
I
II
III
IV
I
II
III
IV
Organoleptik








-  Aroma
+++
+++
+
++
+++
++
+
+++
-  Warna
+++
+++
++
++
+++
++
+
+++
-  Tekstur
+++
++
++
++
+++
++
+
+++









Pertumbuhan








-  Kontaminasi
+
++
+
++
++
+
-
-
-  Spora
-
++
+++
+++
++
-
+
+
-  Hifa
+
++
+++
++
++
-
+
++









Fisik








-  Bobot Awal
510 gr
514 gr
520 gr
520 gr
519 gr
499 gr
499 gr
506 gr
-  Bobot Akhir
501 gr
508 gr
513 gr
516 gr
534 gr
496 gr
504 gr
502 gr









Keteranangan  - : tidak ada                 ++ : sedang
                        + : sedikit                    +++ : banyak

B.  Pembahasan
Fermentasi adalah perubahan kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Judoamidjojo, dkk., 1992).  Pendapat lain mengatakan fermentasi merupakan proses pemecahan bahan organik oleh mikroba, sehingga diperoleh bahan bahan organik yang diinginkan (Fardiaz , 1988).
Peranan substrat sangat besar pada proses fermentasi dan memengaruhi hasil fermentasi (Wolayan, 1998).  Berdasarkan jenis media yang digunakan, fermentasi dibagi menjadi 2, yaitu fermentasi substrat padat dan fermentasi substrat cair.  Fermentasi media padat adalah proses fermentasi yang substratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba.  Fermentasi media padat secara alami pada umumnya berlangsung pada media dengan kadar air 60--80% (berat basah), karena pada keadaan ini media mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan mikroba.  Pada hakekatnya kadar air substrat dalam fermentasi media tergantung pada sifat alamiah substrat, jenis mikroba, dan tipe produk akhir yang dikehendaki.

Prinsip – prinsip yang digunakan pada fermentasi adalah pengaturan kondisi pertumbuhan mikroba, sehingga dicapai suatu keadaan yang menghasilkan laju pertumbuhan spesifik yang optimum.  Hal – hal yang harus diperhatikan, antara lain substrat (media fermentasi), mikroba yang digunakan, dan kondisi fisik pertumbuhan yang akan mempengaruhi massa sel dan komposisi (Judoamidjojo, dkk., 1992).  Faktor – faktor yang memengaruhi pertumbuhan mikroba adalah suplai makanan, masa inkubasi, suhu, pH, oksigen, dan air (Buckle ,dkk., 1985). 

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan substrat adalah mudah didapat, bersifat fermentatif, dan harganya terjangkau (Fardiaz, 1988).  Selanjutnya Rahman (1992) menyatakan, untuk melakukan proses fermentasi kita perlu melakukan pemilihan mikroba yang tepat, yaitu 1) sehat dan berada dalam keadaan aktif, sehingga mempersingkat fase adaptasi; 2) tersedia dalam jumlah cukup, agar dapat menghasilkan inokulum dalam takaran optimum; 3) berada dalam bentuk morfologis yang sesuai; 4) bersih dan bebas kontaminasi; 5) dapat menekan kemampuannya membentuk produk lain yang tidak diinginkan. 

Pada saat inokulum diinokulasikan ke dalam media fermentasi, mikroba akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan lingkungan sekitarnya.  Pada fase tersebut, belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim belum disintesis (Judoamidjojo, dkk.,1992).  Fase selanjutnya adalah fase pertumbuhan awal yaitu sel membelah dengan kecepatan yang masih rendah.  Lalu diikuti dengan fase logaritmik, yaitu inokulum mulai mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat cepat sampai pertumbuhan lambat kembali.  Pertumbuhan lambat terjadi karena mulai berkurangnya zat-zat makanan pada substrat dan adanya metabolisme senyawa lain  yang mungkin bersifat menghambat laju pertumbuhan mikroba.  Setelah itu mikroba akan mengalami fase pertumbuhan statis.  Pada fase ini, jumlah sel akan konstan bahkan sel yang hidup akan berkurang dan mengalami lisis (sel pecah karena kerja antibodi) menyebabkan massa sel berkurang sampai pada akhirnya terjadi kematian (Fardiaz, 1988; Buckle, dkk., 1985).

Pada fermentasi media padat, dosis inokulum yang digunakan merupakan salah satu faktor yang menentukan produksi enzim oleh mikroba.  Semakin tinggi dosis inokulum, semakin tinggi pula jumlah enzim yang diproduksi dan lebih tersebar pada substrat (Wolayan, 1998).  Selain jumlah inokulum, masa inkubasi juga menentukan aktivitas enzim, semakin singkat masa inkubasi maka semakin sedikit kesempatan inokulum merombak komponen bahan (Judoamidjojo, dkk.,1992).
Aktivitas dan perkembangan mikroba selama fermentasi akan menyebabkan terjadinya perubahan pada susunan kimia bahan (Fardiaz, 1988).  Perubahan tersebut dalam hal pH, kelembaban, aroma, dan nilai zat makanan (Winarno, dkk., 1980).  Pada proses fermentasi, selain senyawa karbohidrat, protein dan lemak juga dipecah oleh mikroba dengan enzim tertentu yang akan menghasilkan CO2, H2O, dan energi.  Proses ini akan menyebabkan perubahan sifat bahan yang digunakan, pada umumnya memiliki nilai zat makanan yang lebih baik dari bahan asalnya karena mikroba bersifat katabolik (Winarno, dkk.,1984).  Sifat katabolik dari mikroba tersebut akan memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana seperti protein menjadi asam amino dan mampu mensintesis beberapa vitamin B kompleks (Winarno, dkk., 1980).  Selain itu, terjadi pemecahan senyawa yang tidak dapat dicerna seperti hemiselulosa dan selulosa oleh enzim  tertentu menjadi senyawa gula sederhana dan turunannya (Fardiaz, 1988).  Serat kasar bahan akan menurun selama proses fermentasi sebagai akibat dari kerja enzim selulase yang dihasilkan mikroba.  Enzim selulase bersifat sebagai katalisator pada hidrolisis senyawa selulosa menjadi glukosa.  Menurut Fardiaz (1988), mikroba menggunakan glukosa sebagai sumber energi yang diperoleh dari proses perombakan senyawa karbohidrat.  Melalui proses glikolisis, glukosa akan diubah menjadi komponen lain untuk menghasilkan energi (Setiawihardja, 1984).  Energi yang dihasilkan akan digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan metabolisme senyawa organik pada fermentasi.

Fermentasi dapat dilakukan secara semi padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum,. Onggok terfermentasi memiliki kandungan protein yang cukup tinggi serta dapat memberikan efisiensi pakan yang lebih baik sehingga bisa dijadikan alternatif bahan baku pakan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber protein, seperti bungkil kedelai.

Proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan – bahan yang bermutu rendah, misalnya produk fermentasi dari umbi ubi kayu (Cassapro/Cassava protein tinggi), memiliki kandungan protein 18--24%, lebih tinggi dari bahan asalnya ubi kayu, yang hanya mencapai 3.  Karbohidrat yang terdapat dalam onggok menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba rumen.  Hasil degradasi karbohidrat tersebut dipakai untuk sumber energi bagi perkembangan mikroba rumen (Anggorodi, 1994).  Menurut Sutardi (1981), kandungan nutrisi onggok berdasarkan 100% BK yaitu PK 1,87%; LK 0,33%; SK 8,90%; BETN 86,5%; Abu 2,4% dan TDN 78,3%.

Setelah dianalisis kandungan nutriennya, antara onggok dan onggok terfermentasi berbeda, yaitu kandungan protein kasar dan protein sejati, masing – masing meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%, sedangkan karbohidratnya menurun dari 51,8%  menjadi 36,2% dengan menggunakan urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen (Supriyati, dkk., 2003).

Berdasarkan hasil praktikum pengamatan bau, tekstur, dan warna fermentasi onggok pada kelompok 3 (tiga) cukup bagus. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme yang merupakan inokulum sesuai perlakuan yang diberikan walupun tumbuh hanya dibagian luarnya saja. Dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain onggok yang dihasilkan berkualitas kurang bagus yang ditandai dengan tumbuh jamur yang berwarna hijau dan tekstur menggumpal dan merupakan bukan ciri fermentasi onggok yang baik.






KESIMPULAN


Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)      Fermentasi adalah perubahan kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba.
2)      Berdasarkan hasil praktikum pengamatan bau, tekstur, dan warna fermentasi onggok pada semua kelompok cukup bagus. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme yang merupakan inokulum sesuai perlakuan yang diberikan walupun tumbuh hanya dibagian luarnya saja.



 


V. KESIMPULAN


Dari pengamatan yang telah dilakukan selama 2 minggu, dapat disimpulkan bahwa :
1)      Fermentasi adalah perubahan kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba.
2)      Berdasarkan hasil praktikum pengamatan bau, tekstur, dan warna fermentasi onggok pada semua kelompok cukup bagus. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme yang merupakan inokulum sesuai perlakuan yang diberikan walupun tumbuh hanya dibagian luarnya saja.



DAFTAR ISI

Sinurat,   a.p.,   p.   Setiadi,   a.   Lasmini,   a.r.Setioko, t. Purwadaria, i.p. Kompiang dan J.    Darma.  1995.   Penggunaan   Cassapro (Singkong Terfermentasi) untuk Itik Petelur. Ilmu dan Peternakan 8(2): 28-31
Supriati, DKK 2004, Onggok Terfermentasi Sebagai Bahan Baku Pakan ayam Kampung Petelur. Balai Penelitian Ternak. Malangbong Garut: 82-85
http://Limbah%20Industri%20Ubi%20Kayu_Singkong%20Sebagai%20Pakan%20Ternak.htm diakses pada 17 November 2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar