FERMENTASI ONGGOK MENGGUNAKAN TRAMETES SP DAN SACCHAROMYSES CEREVISEAE
Oleh :
Silvia Wulandari
1014061082
![]() |
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT. yang telah member rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga penyusunan Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan “Fermentasi
onggok menggunakan Trametes Sp dan Saccharomyses Cereviseae” ini dapat terselesaikan.
Laporan ini dibuat
untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan. Dengan
adanya laporan ini kita akan mengetahui pengaruh
Trametes Sp dan Saccharomyses Cereviseae terhadap onggok.
Penulis
mengucapkan terimakasih kepada tim Dosen dan Asisten Matakuliah Teknologi Pengolahan Pakan
yang telah memberi pengajaran dan bimbingan.
Tidak lupa juga, ucapan terimakasih penulis haturkan kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam laporan ini,
baik dalam teknik penulisan maupun isi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun.
Bandar Lampung, November 2013
Penulis,
(Silvia
Wulandari)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Praktikum : Fermentasi onggok menggunakan Trametes
Sp dan
Saccharomyses Cereviseae
Matakuliah : Teknologi Pengolahan Pakan
Nama :
Silvia Wulandari
NPM :
1014061082
Jurusan : Peternakan
Fakultas : Pertanian
Kelompok : 1 (satu)
Bandar Lampung, November 2013
Mengetahui,
Dosen PJ
Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.
NIP. 19610307 198503 1 006
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar belakang..................................................................................... 1
B. Tujuan.................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
III. METODE.................................................................................................... 7
A. Waktu dan Tempat................................................................................. 7
B. Alat dan Bahan....................................................................................... 7
C. Cara Kerja............................................................................................... 7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 9
A. Hasil................................................................................................... 9
B. Pembahasan........................................................................................ 9
V. SIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 12
A. Simpulan............................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13
LAMPIRAN..................................................................................................... 14
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Onggok merupakan limbah padat agro industri
pembuatan tepung tapioka yang dapat dijadikan sebagai media fermentasi dan
sekaligus sebagai pakan ternak. Onggok dapat dijadikan sebagai sumber karbon
dalam suatu media karena masih banyak mengandung PATI(75 %) yang tidak
terekstrak, tetapi kandungan protein kasarnya rendah yaitu, 1.04 %berdasarkan
bahan kering. Sehingga diperlukan tambahan bahan lain sebagai sumber nitrogen
yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan pakan (Nuraini et al.2007)
Media fermentasi dengan kandungan nutrient yang seimbang diperlukakan untuk
menunjang kapang lebih maksimal dalam memproduksi β karoten sehingga dihasilkan
suatu produk fermentasi yang kaya β karoten.
Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan
ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini
disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat
kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%).
Dengan proses bioteknologi dengan teknik fermentasi
dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya,
produk fermentasi dari umbi ubikayu (Cassapro/ Cassava protein tinggi),
memiliki kandungan protein 18-24%, lebih tinggi dari bahan
asalnya ubikayu, yang hanya mencapai 3%. Demikian
juga, onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni
18% dan dapat digunakan sebagai bahan baku ransum.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum yang telah dilakukan yaitu :
- Mahasiswa dapat melakukan pengolahan bahan pakan secara biologi
- Mahasiswa dapat melakukan fermentasi onggok menggunakan Trametes Sp dan Saccharomyses Cereviseae
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Jerami padi adalah
bagian tanaman padi yang sudah diambil produk utamanya, di dalamnya termasuk
batang, daun, dan merang. Produksi jerami padi dihasilkan sekitar 50% dari
produksi gabah kering panen. Jerami ternasuk pakan kasar yaitu bahan pakan yang
berasal dari limbah pertanian atau tanaman yang sudah dipanen (Tillman et al., 1991). Kandungan jerami padi
terdiri atas protein kasar 4,5 %, serat kasar 35%, lemak kasar 1,55%, abu
16,5%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1%, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43%, energi DE (Digestible Energy) 1,9 kkal/kg, dan lignin yang tinggi (Siregar, 1996).
Urea merupakan bahan pakan
potensial yang mengandung non protein nitrogen (NPN). Setiap kilogram urea
mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25x46%). Urea dalam
proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat
kasar dan daya cerna. Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2
banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh,
harganya sangat murah dan sedikit keracunan yang diakibatkan-nya. Urea berbentuk kristal padat berbentuk putih dan higroskopis. Urea me-ngandung nitrogen sebanyak 42-45%
atau protein kasar antara 26,2-28,1% (Siregar, 1996). Urea merupakan bahan padat yang disintesis dengan meng-gabungkan amoniak dan CO2.
Urea mengandung enzim urease yang dapat diuraikan menjadi amoniak dan CO2.
Pembuatan amoniasi dengan menggunakan urea sebaiknya dicampur air agar proses
pengadukan urea merata (Komar, 1984).
Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan jerami padi
secara kimiawi dengan menggunakan gas
ammonia, 1 kg urea menghasilkan 0,57 kg gas ammonia (Siregar, 1996). Manfaat dari amoniasi yaitu merubah tekstur
dan warna jerami yang semula keras berubah menjadi lunak dan rapuh, warna
berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua, meningkatkan kadar protein,
serat kasar, energi bruto tetapi menurunkan kadar BETN dan dinding sel,
meningkatkan bahan kering, bahan organik, dinding sel, nutrien tercerna total,
energi tercerna, dan konsumsi bahan kering jerami padi, NH3 cairan
rumen meningkat, memberikan bahan nitrogen yang positif, menghambat pertumbuhan
jamur, dan memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami (Rahardi, 2009).
Tujuan amoniasi adalah untuk menguraikan ikatan
serat yang sangat kuat pada dinding jerami tersebut agar sellulosa dan
hemisellulosa yang mempunyai nilai energi sangat tinggi bisa di cerna dan
diserap oleh pencernaan ternak ruminansia (Tonysapi, 2008). Kandungan urea pada proses amoniasi mempengaruhi tinggi
rendahnya kandungan amoniak (Soejono, 1986).
Amoniasi disebut dengan perlakuan alkali karena
dalam proses tersebut NH3 bersifat alkali. Keuntungan dari proses
amoniasi antara lain cara pengerjaannya tidak berbahaya, murah, menghilangkan
kontaminasi mikroorganisme, meningkatkan protein kasar sampai dua kali lipat,
meningkatkan jumlah konsumsi pakan karena jerami amoniasi lebih palatable
(Soejono, 1986).
Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan
pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi an-aerob pada proses
amoniasi berlangsung (Regan, 1997). Manfaat amoniasi adalah merubah tekstur
jerami yang semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah dari kuning kecoklatan
menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang baik tidak terjadinya peng-gumpalan pada seluruh atau sebagian jerami
(Rahardi, 2009).
Ciri-ciri amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas amonia, berwarna
kecoklat-coklatan seperti bahan asal, tekstur berubah menjadi lebih lunak dan
kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya, tidak berjamur
atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8 (Sumarsih,
2003). Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relative mahal, selain
harganya relatif mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi
minimum (minimum 10 bar). Amoniasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain
sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya, lebih murah dan mudah
dikerjakan dibanding dengan NaOH, cukup efektif untuk menghilangkan aflatoksin
khususnya pada jerami, meningkatkan kandungan protein kasar dan tidak
menimbulkan polusi dalam tanah (Siregar, 1995).

Gambar 1. Perbedaan warna jerami padi tanpa
diamoniasi (kiri) dan jerami padi amoniasi (kanan)
Amoniasi jerami padi adalah proses
pengolahan jerami padi menggunakan amonia (misalnya urea) sebagai sumber amonia
dengan pemeraman pada kondisi anaerob.
Proses ini merubah tekstur jerami menjadi lunak dan rapuh sehingga mudah
dicerna. Peningkatan kandungan protein juga terjadi pada jerami amoniasi karena
peresapan nitrogen dari urea. Proses ini juga menghilangkan aflatoksin/ jamur
dalam jerami.
Amonia dapat menyebabkan perubahan
komposisi dan struktur dinding sel sehingga membebaskan ikatan antara lignin
dengan selulosa dan hemiselulosa sehingga bisa dicerna oleh mikrobia rumen.
Amonia akan terserap dan berikatan dengan gugus asetil dari bahan pakan dan
bisa dimanfaatkan oleh mikrobia rumen.
Penggunaan urea dibatasi 4-6% karena
pada penggunaan <3% amonia tidak mampu memecah ikatan lignin. Pada
penggunaan > 6% amonia akan terbuang karena jerami tidak sanggup menyerapnya
jadi secara ekonomi tidak menguntungkan.
Proses amoniasi bisa dilakukan
dengan cara basah dan cara kering. Proses dengan cara basah menggunakan larutan
urea sedangkan cara kering urea langsung ditaburkan pada jerami. Dengan cara
kering 3-4 kg urea digunakan untuk 100 kg jerami. Pada pembuatan skala besar,
jerami dimampatkan kotak kotak cetakan . Selanjutnya jerami dimasukkan dalam
wadahnya (sejenis dengan silo) sambil ditaburi urea atau larutannya. Penggunaan urea didasari pertimbangan ekonomis dan juga lebih ramah
lingkungan. Sebenarnya sumber amonia
lain seperti gas amonia bisa digunakan. Disini jerami yang telah dimasukkan ke
dalam wadah tertutup disemprot dengan gas amonia.
Untuk menghasilkan jerami amoniasi
yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari
pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami padi yang tersisa setelah
pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria
yaitu jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam air sawah atau
pun air hujan, dan harus dalam keadaan baik (tidak busuk atau rusak).
Jerami yang telah diamoniasi
memiliki tekstur lunak dan rapuh, berwarna coklat tua, berbau amonia dan tidak
berjamur. Jika dilakukan analisa
proksimat maka kandungan protein kasarnya lebih dari 6%.
III. BAHAN DAN METODE KERJA
A.
Alat dan bahan
·
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
-
onggok
-
yeast Trametes sp
-
sacharomices cercviceae
-
air
·
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
-
baskom
-
pipet
-
plastik
-
tali karet
-
pengaduk
-
timbangan
-
Gelas ukur
B.
Metode Kerja
1. Fermentasi onggok menggunakan Trametes
sp
·
Timbang kantong plastik dan
tali rafia
·
Timbang onggok yang telah
dingin hasil pengukusan 1 kg
·
Tuangkan onggok dalam baskom
·
Tambahkan inokulan murni
sebanyak 50 ml
·
Masukkan substrat yang sudah di
inokulusi starter (trametes sp) ke
dalam plastik, tutup plastik dan ditali , kemudian timbang
·
Inkubasi di suhu ruang
2. Fermentasi onggok menggunakan sacharomices
cercviceae
·
Timbang kantong plastik dan
tali rafia
·
Timbang onggok yang telah
dingin hasil pengukusan 1 kg
·
Tuangkan onggok dalam baskom
·
Tambahkan inokulan murni
sebanyak 50 ml
·
Masukkan substrat yang sudah di
inokulusi starter (sacharomices
cercviceae) ke dalam plastik, tutup plastik dan ditali , kemudian timbang
·
Inkubasi di suhu ruang
IV.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
|
Pengamatan
|
FO Trametes sp.
|
FO
Sacharomyces cerevyceae
|
||||||
|
Basah
|
Kering
|
Basah
|
Kering
|
|||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
|
|
Organoleptik
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
- Aroma
|
+++
|
+++
|
+
|
++
|
+++
|
++
|
+
|
+++
|
|
- Warna
|
+++
|
+++
|
++
|
++
|
+++
|
++
|
+
|
+++
|
|
- Tekstur
|
+++
|
++
|
++
|
++
|
+++
|
++
|
+
|
+++
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pertumbuhan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
- Kontaminasi
|
+
|
++
|
+
|
++
|
++
|
+
|
-
|
-
|
|
- Spora
|
-
|
++
|
+++
|
+++
|
++
|
-
|
+
|
+
|
|
- Hifa
|
+
|
++
|
+++
|
++
|
++
|
-
|
+
|
++
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Fisik
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
- Bobot Awal
|
510 gr
|
514 gr
|
520 gr
|
520 gr
|
519 gr
|
499 gr
|
499 gr
|
506 gr
|
|
- Bobot Akhir
|
501 gr
|
508 gr
|
513 gr
|
516 gr
|
534 gr
|
496 gr
|
504 gr
|
502 gr
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keteranangan - : tidak ada ++ : sedang
+ : sedikit +++
: banyak
B. Pembahasan
Fermentasi adalah
perubahan kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui
kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Judoamidjojo, dkk., 1992). Pendapat lain mengatakan fermentasi merupakan proses
pemecahan bahan organik oleh mikroba, sehingga diperoleh bahan – bahan organik
yang diinginkan (Fardiaz , 1988).
Peranan substrat
sangat besar pada proses fermentasi dan memengaruhi hasil fermentasi (Wolayan,
1998). Berdasarkan jenis media yang
digunakan, fermentasi dibagi menjadi 2, yaitu fermentasi substrat padat dan fermentasi
substrat cair. Fermentasi media padat
adalah proses fermentasi yang substratnya tidak larut dan tidak mengandung air
bebas tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Fermentasi
media padat secara alami pada umumnya berlangsung pada media dengan kadar air
60--80% (berat basah), karena pada keadaan ini media mengandung air yang cukup
untuk pertumbuhan mikroba. Pada
hakekatnya kadar air substrat dalam fermentasi media tergantung pada sifat
alamiah substrat, jenis mikroba, dan tipe produk akhir yang dikehendaki.
Prinsip –
prinsip yang digunakan pada fermentasi adalah pengaturan kondisi pertumbuhan
mikroba, sehingga dicapai suatu keadaan yang menghasilkan laju pertumbuhan
spesifik yang optimum. Hal – hal yang
harus diperhatikan, antara lain substrat (media fermentasi), mikroba yang
digunakan, dan kondisi fisik pertumbuhan yang akan mempengaruhi massa sel dan
komposisi (Judoamidjojo, dkk., 1992).
Faktor – faktor yang memengaruhi pertumbuhan mikroba adalah suplai
makanan, masa inkubasi, suhu, pH, oksigen, dan air (Buckle ,dkk., 1985).
Hal – hal
yang harus diperhatikan dalam pemilihan substrat adalah mudah didapat, bersifat
fermentatif, dan harganya terjangkau (Fardiaz, 1988). Selanjutnya Rahman (1992) menyatakan, untuk
melakukan proses fermentasi kita perlu melakukan pemilihan mikroba yang tepat,
yaitu 1) sehat dan berada dalam keadaan aktif, sehingga mempersingkat fase
adaptasi; 2) tersedia dalam jumlah cukup, agar dapat menghasilkan inokulum
dalam takaran optimum; 3) berada dalam bentuk morfologis yang sesuai; 4) bersih
dan bebas kontaminasi; 5) dapat menekan kemampuannya membentuk produk lain yang
tidak diinginkan.
Pada saat
inokulum diinokulasikan ke dalam media fermentasi, mikroba akan mengalami fase
adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan lingkungan
sekitarnya. Pada fase tersebut, belum
terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim belum disintesis (Judoamidjojo, dkk.,1992). Fase selanjutnya adalah fase pertumbuhan awal
yaitu sel membelah dengan kecepatan yang masih rendah. Lalu diikuti dengan fase logaritmik, yaitu
inokulum mulai mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat cepat
sampai pertumbuhan lambat kembali.
Pertumbuhan lambat terjadi karena mulai berkurangnya zat-zat makanan
pada substrat dan adanya metabolisme senyawa lain yang mungkin bersifat menghambat laju
pertumbuhan mikroba. Setelah itu mikroba
akan mengalami fase pertumbuhan statis.
Pada fase ini, jumlah sel akan konstan bahkan sel yang hidup akan
berkurang dan mengalami lisis (sel pecah karena kerja antibodi) menyebabkan
massa sel berkurang sampai pada akhirnya terjadi kematian (Fardiaz, 1988;
Buckle, dkk., 1985).
Pada
fermentasi media padat, dosis inokulum yang digunakan merupakan salah satu
faktor yang menentukan produksi enzim oleh mikroba. Semakin tinggi dosis inokulum, semakin tinggi
pula jumlah enzim yang diproduksi dan lebih tersebar pada substrat (Wolayan,
1998). Selain jumlah inokulum, masa
inkubasi juga menentukan aktivitas enzim, semakin singkat masa inkubasi maka
semakin sedikit kesempatan inokulum merombak komponen bahan (Judoamidjojo, dkk.,1992).
Aktivitas
dan perkembangan mikroba selama fermentasi akan menyebabkan terjadinya
perubahan pada susunan kimia bahan (Fardiaz, 1988). Perubahan tersebut dalam hal pH, kelembaban,
aroma, dan nilai zat makanan (Winarno, dkk., 1980). Pada proses fermentasi, selain senyawa
karbohidrat, protein dan lemak juga dipecah oleh mikroba dengan enzim tertentu
yang akan menghasilkan CO2, H2O, dan energi. Proses ini akan menyebabkan perubahan sifat
bahan yang digunakan, pada umumnya memiliki nilai zat makanan yang lebih baik
dari bahan asalnya karena mikroba bersifat katabolik (Winarno, dkk.,1984).
Sifat katabolik dari mikroba tersebut akan memecah komponen kompleks
menjadi komponen sederhana seperti protein menjadi asam amino dan mampu
mensintesis beberapa vitamin B kompleks (Winarno, dkk., 1980).
Selain itu, terjadi pemecahan senyawa yang tidak dapat dicerna seperti
hemiselulosa dan selulosa oleh enzim
tertentu menjadi senyawa gula sederhana dan turunannya (Fardiaz,
1988). Serat kasar bahan akan menurun
selama proses fermentasi sebagai akibat dari kerja enzim selulase yang
dihasilkan mikroba. Enzim selulase
bersifat sebagai katalisator pada hidrolisis senyawa selulosa menjadi
glukosa. Menurut Fardiaz (1988), mikroba
menggunakan glukosa sebagai sumber energi yang diperoleh dari proses perombakan
senyawa karbohidrat. Melalui proses
glikolisis, glukosa akan diubah menjadi komponen lain untuk menghasilkan energi
(Setiawihardja, 1984). Energi
yang dihasilkan akan digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan metabolisme senyawa
organik pada fermentasi.
Fermentasi dapat dilakukan secara semi padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum,.
Onggok terfermentasi memiliki kandungan protein yang cukup tinggi serta dapat
memberikan efisiensi pakan yang lebih baik sehingga bisa dijadikan alternatif
bahan baku pakan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber protein, seperti
bungkil kedelai.
Proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi
dari bahan – bahan yang bermutu rendah, misalnya produk fermentasi dari umbi
ubi kayu (Cassapro/Cassava protein tinggi), memiliki
kandungan protein 18--24%, lebih tinggi dari bahan asalnya ubi kayu, yang hanya
mencapai 3. Karbohidrat yang terdapat
dalam onggok menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba rumen. Hasil degradasi karbohidrat tersebut dipakai
untuk sumber energi bagi perkembangan mikroba rumen (Anggorodi, 1994). Menurut Sutardi (1981), kandungan nutrisi onggok
berdasarkan 100% BK yaitu PK 1,87%; LK 0,33%; SK 8,90%; BETN 86,5%; Abu 2,4%
dan TDN 78,3%.
Setelah dianalisis kandungan nutriennya, antara onggok dan onggok
terfermentasi berbeda, yaitu kandungan protein kasar dan protein sejati, masing
– masing meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%, sedangkan karbohidratnya menurun
dari 51,8% menjadi 36,2% dengan
menggunakan urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen (Supriyati, dkk.,
2003).
Berdasarkan hasil praktikum
pengamatan bau, tekstur, dan warna fermentasi
onggok pada kelompok 3 (tiga) cukup bagus. Hal ini
ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme yang merupakan inokulum sesuai
perlakuan yang diberikan walupun tumbuh hanya dibagian luarnya saja.
Dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain onggok yang dihasilkan berkualitas
kurang bagus yang ditandai dengan tumbuh jamur yang berwarna hijau dan tekstur
menggumpal dan merupakan bukan ciri fermentasi onggok yang baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1)
Fermentasi adalah perubahan
kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui kerja enzim
yang dihasilkan oleh mikroba.
2)
Berdasarkan
hasil praktikum pengamatan bau,
tekstur, dan warna fermentasi onggok pada semua kelompok cukup
bagus. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme yang merupakan inokulum
sesuai perlakuan yang diberikan walupun tumbuh hanya dibagian luarnya saja.
V. KESIMPULAN
Dari pengamatan
yang telah dilakukan selama 2 minggu, dapat disimpulkan bahwa :
1)
Fermentasi adalah perubahan
kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui kerja enzim
yang dihasilkan oleh mikroba.
2)
Berdasarkan
hasil praktikum pengamatan bau, tekstur, dan warna fermentasi
onggok pada semua kelompok cukup bagus. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya
mikroorganisme yang merupakan inokulum sesuai perlakuan yang diberikan walupun
tumbuh hanya dibagian luarnya saja.
DAFTAR ISI
Sinurat, a.p.,
p. Setiadi, a. Lasmini,
a.r.Setioko, t. Purwadaria, i.p. Kompiang dan J. Darma.
1995. Penggunaan
Cassapro (Singkong Terfermentasi) untuk Itik Petelur. Ilmu dan Peternakan
8(2): 28-31
Supriati, DKK 2004, Onggok Terfermentasi Sebagai Bahan Baku Pakan ayam Kampung Petelur.
Balai Penelitian Ternak. Malangbong Garut: 82-85
http://uripsantoso.wordpress.com/2009/11/30/pemanfaatan-limbah-industri-onggok-sebagai-pakan-unggas/ diakses
pada 17 November 2013
http://Limbah%20Industri%20Ubi%20Kayu_Singkong%20Sebagai%20Pakan%20Ternak.htm diakses
pada 17 November 2013
http://file:///D:/TPP/PEMANFAATAN%20LIMBAH%20INDUSTRI%20%28ONGGOK%29%20SEBAGAI%20PAKAN%20UNGGAS%20_%20JURNAL%20URIP%20SANTOSO.htm diakses
pada 17 November 2013

Tidak ada komentar:
Posting Komentar